Review Novel Sastra "Bukan Pasar Malam"
Tugas Bahasa Indonesia
Review Novel Sastra
“Bukan Pasar Malam”
Judul Buku : Bukan Pasar Malam
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tebal : 104 halaman
Cetakan : ke-7, tahun 2009
Oleh : Januardiaz Stefanus Sipayung
XI IPA 3 / 19
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tebal : 104 halaman
Cetakan : ke-7, tahun 2009
Oleh : Januardiaz Stefanus Sipayung
XI IPA 3 / 19
Novel ini mengisahkan pemuda yang memiliki
ayah seorang pejuang nasionalis. Sang ayah terkena penyakit TBC, kemudian ia
mengirim surat kepada sang anak yang saat itu tinggal di Jakarta untuk kembali
ke Blora kediaman ayah dan keluarganya. Selama perjalanan pulang ke Blora
pemuda tersebut didampingi oleh istrinya yang keturunan pasundan, ia gadis yang
cantik namun cerewet, mereka baru menikah setengah tahun yang lalu. Selama
perjalanan sang pemuda mencoba memerkenalkan keindahan daerah asalnya kepada
istri terkasih, hingga akhirnya pemuda tersebut tiba di kampung halaman dan
bertemu sang ayah tercinta yang tergolek lemah tak berdaya karena TBC.
Sang
anak pun bertemu ayahnya di pembaringan rumah sakit, saat bertemu tangis haru
menyelimuti mereka. Pemuda tersebut merasa miris melihat ayahnya yang dahulu
berdiri kokoh sebagai seorang pemimpin perang gerilya yang cerdik, seorang guru
yang hebat, seorang politikus pro rakyat yang ulung kini menjadi sesosok
makhluk tak berdaya dengan TBC yang menggerogotinya. Sang anak ingin membawa
ayahnya ke dokter spesialis namun terkendala oleh keuangan keluarga yang tidak
mendukung. Saat saat seperti itulah keakraban antara ayah dan anak yang telah
lama terpisah mulai kembali terjalin, begitu pula keakraban antara sang pemuda
dengan adik-adiknya juga kembali dieratkan oleh suasana dan keadaan. Namun tiba
tiba sang istri meminta pemuda tersebut untuk kembali ke Jakarta dengan alasan
keuangan yang memprihatinkan. Pemuda tersebut mengiyakan permintaan sang istri
terkasih, akhirnya pemuda tersebut mengutarakan keinginan untuk kembali ke
Jakarta kepada sang ayah, namun sang ayah menolak dengan halus dan meminta
waktu seminggu lagi agar anaknya tersebut sudi menemaninya.
Waktu berjalan penuh dengan
keakrabang ayah dan anak. Tanpa mereka sadari, satu minggu terlewati sudah,
namun akhirnya sang anak malah tidak ingin beranjak pergi karena ia merasa
memiliki kewajiban untuk menemani ayahnya yang tergolek lemah tak berdaya,
maklum saja ia merupakan anak pertama dalam keluarga mereka. Kejadian yang tak
diinginkan akhirnya terjadi juga, sang ayah meninggal dunia setelah dia dibawa
pulang ke rumah oleh anak-anaknya. Tangis pilu tak terhindarkan, suasana hening
menyelimuti keluarga mereka, rumah yang terlihat memprihatinkan turut menghiasi
kesedihan mereka setelah ditinggal pergi orang tua tunggalnya. Setelah
kepergian sang ayah pemuda mendapatkan banyak pembelajaran, hingga akhirnya ia
menyadari bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah seperti pasar malam,
berduyun-duyun datang dan berduyun-duyun pula kembali, melainkan mereka menanti
kepergiannya dengan segala hal yang masih dapat mereka lakukan.
Komentar
Posting Komentar