Review Novel Sastra “Cerita Calon Arang”
Tugas Bahasa Indonesia
Review Novel Sastra
“Cerita Calon Arang”
Nama Buku : Cerita Calon Arang
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun : 2003, Cetakan 4
Tebal Buku : 100 Halaman
Oleh: Januardiaz Stefanus
Sipayung
XI IPA3 / 19
Ada sebuah negara bernama Daha (Kediri) dipimpin oleh
Raja Erlangga. Kehidupan di Daha begitu makmur. Hasil panen para petani selalu
baik karena tidak adanya gangguan hama. Anak-anak muda dilatih menjadi prajurit
dan perwira. Pendeta-pendeta mendapat perlindungan apabila ingin melakukan
pertapaan di gunung. Begitu makmur hingga Daha diibaratkan bagai surga Dewa
Indera. Tak ada negara lain bisa menandingi kemakmuran Daha.
Daha terdiri dari berbagai dusun.
Salah satunya adalah dusun Girah. Di Girah tinggal seorang janda bernama Calon
Arang dengan anak perempuannya, Ratna Manggali. Calon Arang adalah seorang
dukun pemuja Dewi Durga yang terkenal suka menganiaya sesama manusia, membunuh,
merampas, dan menyakiti. Tak ada satu pun penduduk Girah mau mendekati Calon
Arang dan Ratna Manggali karena takut pada mantra-mantranya. Lama-lama, Calon
Arang marah karena merasa tak disukai oleh orang-orang disekitarnya. Calon
Arang juga sudah sering mendengar dari para pengikutnya bahwa penduduk Girah
selalu membicarakan Ratna Manggali. Selain itu, tidak ada satu pun pemuda yang
mau mendekati Ratna Manggali meskipun dia memiliki paras yang cantik. Tentu
saja karena mereka takut pada Calon Arang. Lalu, Calon Arang melakukan pemujaan
untuk memanggil Dewi Durga. Calon Arang ingin meminta izin untuk menyebarkan
penyakit yang bisa membunuh banyak orang. Pemujaan itu berjalan dengan lancar
dan Calon Arang mendapat persetujuan dari Dewi Durga atas keinginannya.
Selain Girah, ada dusun bernama Lemah Tulis terletak
di pegunungan Daha. Tempat tinggal seorang Empu yang berlawanan karakter dengan
Calon Arang. Namanya Empu Baradah. Beliau memiliki seorang istri dan seorang
anak perempuan bernama Wedawati. Wedawati sangat mirip dengan ayahnya. Suka
menolong orang, ramah, dan selalu berusaha untuk membuat penduduk Lemah Tulis
hidup dengan bahagia. Sayangnya, gadis sebaik Wedawati tiba-tiba saja harus
kehilangan Ibunya karena sebuah penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh Empu
Baradah. Beberapa waktu setelah istrinya meninggal. Empu Baradah menikah lagi
dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Istri Empu Baradah sangat menyayangi
anak laki-lakinya sehingga dia tidak mau kasih sayang Empu Baradah terbagi
untuk anaknya dan Wedawati. Dia mencari berbagai cara untuk menyingkirkan
Wedawati selama Empu Baradah pergi ke pertapaan. Dia suka memarahi Wedawati
karena alasan yang tidak jelas agar Wedawati merasa tidak betah tinggal di
rumah. Akhirnya, tidak tahan dengan perlakuan Ibu tirinya. Wedawati pun pergi.
Sementara itu, Calon Arang dan para
pengikutnya sedang berbahagia di Girah. Malam ini, Calon Arang dan para
pengikutnya akan menyebarkan penyakit itu ke seluruh Girah dan daerah diluar
ibukota. Calon Arang berjalan di tengah-tengah para pengikutnya yang sedang
menari-nari mengiringi mantra Calon Arang dari kitab ditangannya. Tidak lama
lagi, mereka akan mengadakan pesta atas kematian para penduduk. Keesokkan
harinya, menyebarlah penyakit yang tak ada obatnya pada seluruh penduduk.
Setiap hari hampir ratusan orang mati dan dimakamkan. Perlahan-lahan, penduduk
baik di Girah maupun Daha semakin sedikit. Tidak ada satu pun pendeta baik yang
mampu menghentikan penyakit dari Calon Arang. Semua orang hidup dalam
ketakutan.
Berita tentang meluasnya penyakit
Calon Arang telah dilaporkan kepada Raja Erlangga. Sang Raja pun mengutus para
prajuritnya untuk menangkap Calon Arang. Selama beberapa hari melakukan
perjalanan. Sampailah para prajurit Raja Erlangga di Girah. Pemimpin pasukan
dan dua orang prajurit memasuki rumah Calon Arang. Namun, Calon Arang yang
sudah sangat sakti tidak bisa dilawan hanya dengan senjata prajurit dan ketiga
prajurit itu pun meninggal ketika hendak menangkap Calon Arang. Prajurit yang
tersisa melarikan diri dari Girah untuk kembali ke Daha dan melaporkan
peristiwa tersebut. Raja Erlangga semakin sedih karena tidak bisa menghentikan
penyakit Calon Arang. Ditambah lagi pemujaan yang beliau lakukan tidak juga
mendatangkan Dewa mana pun untuk membantunya.
Calon Arang bertambah marah
mengetahui Raja Erlangga mengirim para prajurit untuk menangkapnya. Dia
memikirkan cara untuk membalas dendam. Namun, kedua muridnya, Weksirsa dan
Lendi, menyarankan supaya Calon Arang membatalkan niatnya karena Raja Erlangga
merupakan Raja yang sangat dicintai oleh rakyatnya. Tidak akan ada orang yang
mau memihak mereka apabila terjadi sesuatu yang buruk pada Raja karena
perbuatan mereka. Calon Arang semakin kesal mendengar saran dari Weksirsa dan
Lendi. Akhirnya, dia melakukan pemujaan lagi pada Dewi Durga. Meminta agar Dewi
Durga mengizinkan untuk Calon Arang menyebarkan penyakit tidak hanya di seluruh
Girah dan diluar ibukota tapi di seluruh negara Daha.
Di Lemah Tulis, Empu Baradah sibuk mencari Wedawati
yang pergi dari rumah. Empu Baradah bertanya pada setiap orang yang ditemuinya.
Hingga salah satu dari mereka mengatakan kalau Wedawati mungkin pergi ke
kuburan Ibunya. Cepat-cepat Empu Baradah pergi ke makam istri pertamanya itu.
Di sanalah Empu Baradah menemukan Wedawati yang tengah duduk disamping makam
Ibunya. Empu Baradah pun mengajak Wedawati untuk pulang. Semenjak saat itu,
Wedawati jarang sekali pergi menemui teman-temannya. Empu Baradah menyuruh
Wedawati untuk belajar banyak ilmu di pondok.
Setelah itu, datanglah utusan Raja
Erlangga menemui Empu Baradah. Dia menyampaikan pada Empu Baradah bahwa Raja
Erlangga memerlukan bantuan Empu Baradah untuk melenyapkan mantra Calon Arang.
Menurut ceritanya, Calon Arang menyebarkan mantra penyakit itu karena dia
merasa kesal. Para pemuda tidak ada yang mau mendekati anaknya, Ratna Manggali.
Empu Baradah pun bersedia membantu Raja Erlangga. Pertama-tama, Empu Baradah
meminta agar Raja Erlangga mau menanggung biaya pernikahan Ratna Manggali
dengan anak didiknya, Empu Bahula. Ya, Empu Baradah hendak menjodohkan Ratna
Manggali dengan Empu Bahula.
Lalu, Empu Baradah pergi ke
pertapaan. Ibu tiri Wedawati mulai berlaku kasar lagi padanya selama Empu
Baradah pergi. Wedawati pun memutuskan untuk pergi dan tinggal di makam Ibunya.
Dia berniat tidak akan pernah kembali lagi ke rumahnya. Beberapa hari kemudian,
pulanglah Empu Baradah. Mendapati Wedawati tidak ada di rumah, Empu Baradah
segera pergi ke makam istrinya. Empu Baradah membujuk agar Wedawati mau ikut
pulang dengannya. Namun, Wedawati tidak mau merubah keputusannya. Dia akan
tetap tinggal di makam Ibunya. Empu Baradah pun menyuruh beberapa muridnya
membangunkan sebuah rumah di dekat makam Istrinya untuk Wedawati. Sejak saat
itu, Wedawati tinggal dan melakukan pertapaan di sana. Sesekali Empu Baradah
datang untuk mengajari Wedawati tentang kitab-kitab. Wedawati tidak pernah
menanyakan tentang Lemah Tulis, Ibu tiri, dan adik tirinya. Dia hanya mau
bertanya tentang hal-hal yang bersangkutan dengan kitab-kitab itu.
Raja Erlangga sangat senang ketika Empu Baradah
bersedia membantunya. Bahkan, Empu Baradah sudah menemukan cara untuk
melenyapkan mantra Calon Arang. Raja Erlangga memberikan uang dan emas kepada
Empu Bahula sebagai emas kawin dan biaya pernikahannya dengan Ratna Manggali.
Berangkatlah Empu Bahula ke dusun Girah untuk melamar Ratna Manggali. Empu
Bahula disambut ramah oleh Calon Arang. Dia sangat bahagia ketika mendengar
bahwa Empu Bahula ingin menikah dengan anak perempuannya. Pikirnya, Ratna
Manggali tidak akan jadi omongan orang-orang dusun lagi. Calon Arang menerima
lamaran Empu Bahula dan mengadakan pesta pernikahan besar-besaran untuk mereka.
Beberapa hari kemudian, Empu Bahula sering melihat Calon Arang pergi dari rumah
dan pulang ketika tengah malam. Empu Bahula pun bertanya pada Ratna Manggali
tujuan pergi dari Calon Arang. Ratna Manggali menjelaskan semua tentang Ibunya
yang suka melakukan pemujaan untuk Dewi Durga demi menyebarkan mantra penyakit
ke seluruh penduduk Daha. Empu Bahula meminta tolong pada Ratna Manggali untuk
mengambilkan kitab Calon Arang ketika dia tidur. Hingga suatu malam ketika
Calon Arang sedang tidur dengan pulasnya. Ratna Manggali diam-diam masuk ke
dalam kamarnya dan mengambil kitab itu. Diserahkannya kitab Calon Arang pada
Empu Bahula. Setelah mendapatkan kitab itu, Empu Bahula segera pergi ke dusun
Lemah Tulis. Menyerahkan kitab Calon Arang kepada Empu Baradah. Setelah
berhasil mempelajari isi dari kitab Calon Arang, beliau mengembalikan kitab itu
pada Empu Bahula dan menyuruhnya kembali ke dusun Girah. Empu Bahula pun
kembali ke dusun Girah. Lalu, Empu Baradah mulai menyembuhkan satu persatu
setiap penduduk yang ditemuinya. Hingga beliau bertemu dengan dua murid dari
Calon Arang, Weksirsa dan Mahisa Wadana yang meminta tolong supaya Empu Baradah
mau membantu mereka dalam bertobat. Empu Baradah berjanji akan membantu mereka.
Namun, Weksirsa dan Mahisa Wadana harus mengantarkan Empu Baradah bertemu
dengan Calon Arang terlebih dahulu.
Weksirsa
dan Mahisa Wadana membawa Empu Baradah ke tempat Calon Arang biasa melakukan
pemujaan untuk Dewi Durga. Mengetahui Empu Baradah adalah pendeta baik yang
mampu menyembuhkan penduduk dari mantra penyakitnya. Calon Arang segera memohon
agar Empu Baradah mau menyucikannya. Akan tetapi, Empu Baradah menolak karena
dosa Calon Arang terlalu besar. Calon Arang pun marah dan menantang Empu
Baradah adu kekuatan. Calon Arang mengeluarkan semua kekuatan sihir yang dia
miliki untuk melawan Empu Baradah. Namun, gagal dan Empu Baradah berhasil
membunuh calon Arang. Beberapa hari setelah kematian Calon Arang. Daha kembali
menjadi negara yang makmur. Raja Erlangga mempelajari beberapa ilmu dari Empu
Baradah untuk melindungi rakyatnya. Empu Bahula dan Ratna Manggali hidup dengan
bahagia. Weksirsa dan Mahisa Wadana menjadi anak didik Empu Baradah yang paling
setia. Sedangkan, Wedawati tetap menajalani pertapaannya. Kehidupan di Daha
sudah kembali seperti sedia kala berkat pertolongan dari Empu Baradah dengan
bantuan dari Empu Bahula.
Komentar
Posting Komentar